Bismillahirrahmanirrahim…
Judulnya serem ya sob? Bukan bermaksud menakut-nakuti, tapi aku rasa memang itulah judul yang pas dengan yang akan kamu baca nantinya.
Kamu tahu kalau media adalah tempat sesuatu bisa mendunia, menjadi populer, menjadi terkenal dan menjadi yang paling dicari. Alasannya tentu nggak jauh dari yang namanya “Gaul”, trend dan daya tarik.
Banyak yang menganggap bahwa wanita cantik itu berambut panjang lurus, kulit putih, kaki yang jenjang, tubuh yang tinggi, baju yang kehabisan bahan. Media lah yang menciptakannya untuk merangsang, mempengaruhi otakmu agar apapun yang disampaikan media akan menjadi yang kamu setujui dan sepakati. Alhasil yang keluar dari jalur media seperti contoh wanita cantik di atas akan menjadi sesuatu yang “jelek”, nggak banget, nggak gaul, nggak ngtrend deh pokoknya.
Jadi bisa kamu bayangkan sendiri kalau iklan-iklan di media lebih banyak menggunakan wanita-wanita cantik ataupun wajah-wajah ganteng untuk iklan-iklan kosmetik, sabun, sampoo sampai pembersih muka. Tentu saja ini akan mendongkrak otak kamu bahwa memakai kosmetik yang ada di iklan akan membuat kamu cantik atau ganteng, karena ini lah daya tarik media. Menarik sekali bukan?
Lalu apa hubungannya dengan jilbab?
Ya, beberapa waktu lalu aku menemukan sebuah komunitas yang menggunakan jilbab sebagai trend yang mencolok, menyenangkan, dan gaul abis. Dan lagi-lagi, lewat media lah mereka mempromosikan diri, bahkan mereka dianggap sebagai pelopor jilbab modern.
Memang benar, akhirnya jilbab jadi populer dan jadi banyak muslimah yang memakainya, tentu saja hal itu menyenangkan karena ada muslimah yang tersadarkan akan kewajibannya, terimakasih sekali karena jilbab sudah dipopulerkan. Tapi kadang masih banyak yang memakai jilbab hanya ketika berpergian saja, ketika ada di lingkungan rumah, enggan untuk memakainya. Artinya, jilbab hanya sebagai pemantas si pemakai dan trend yang diciptakan media agar tampak gaul dan cantik, bukankah wanita dengan jilbab yang diciptakan media adalah wanita yang anggun dan cantik?
Namun, jilbab seperti apakah yang menjadi trend yang diciptakan media?
An Nur 31 dan Al Ahzab 59, mungkin kamu sudah hafal betul dengan ayat – ayat ini, yang isinya memerintahkan muslimah menutup auratnya dan mengulurkan jilbab ke dadanya.
Lalu kamu mungkin bisa melihat sendiri, jilbab yang dipasarkan oleh media, yang lebih terkenal dari jilbab syar’i, jilbab yang seharusnya dikenakan oleh muslimah. Jilbab yang dililitkan di leher, jilbab yang memperlihatkan leher meskipun sudah menutupi dada, bukankah ini sedang trend? Atau mungkin memakai jilbab tapi dengan pakaian seadanya, rok yang nggak menutupi kaki dengan penuh, baju yang ketat atau baju dengan tangan yang nggak menutup tangan dengan sempurna (sampai pergelangan tangan), atau bahkan memakai jilbab tapi perhiasan seperti anting-anting ditampakkan juga, artis selalu suka dengan gaya seperti ini. Belum lagi dengan dandanan yang mencolok, bisa jadi inilah tabarruj. Uniknya, gaya-gaya seperti itu lah yang ditiru muslimah, gaya-gaya yang diciptakan media. Mudah sekali ternyata kemakan media.
Media internet ataupun media elektronik, dengan mudah menyebarkan virus-virus agar menjauh dari dunia kesyar’ian. Kamu juga pasti tahu, bagaimana situasi ketika muslimah memakai jilbab yang syar’i? Justru banyak yang berburuk sangka padanya, entah disebut sok alim sampai disebut teroris, ya, sikap-sikap inilah yang akhirnya diturunkan dari media ke masyarakat luas, alhasil sungguh menyakitkan. Benar-benar menjadi kutukan buat jilbab yang syar’i.
Bahkan ketika seseorang berjuang untuk memulihkan citra jilbab yang syar’i, ujung-ujungnya justru mendapatkan celaan dan olok-olokan. Nggak bijaksana rupanya ketika semua orang bilang bahwa muslimah berjilbab lebar harus bijaksana menilai mereka yang katanya masih belajar berjilbab (kalau belajar itu ketika dia tahu yang syar’i maka dia harus segera memperbaikinya), tapi mereka yang suka dengan jilbab trend justru sulit untuk menerima para muslimah pemegang syariat dengan alasan-alasan yang luar biasa nggak masuk akal.
Dari yang jilbab hati sampai dengan belum mendapatkan hidayah. Yang wajib tetaplah wajib, jilbab hati hanya perkara “ketidakterimaan” bahwa jilbab adalah kewajiban, padahal arti dari jilbab hati adalah menutupi hatinya, jika kamu menutupi hatimu maka jangan berharap hidayah itu akan datang, karena kamu telah menutup hatimu dari-Nya. Ya, itulah keadaannya, tak perlu disangkal.
Kamu tahu sob, dulu di awal 90-an, wanita berjilbab sangat sulit didapatkan karena jilbab dulunya hanya dianggap sebagai adat atau budaya, berbeda sekali dengan sekarang, media sangat mudah sekali didapatkan dan harusnya kamu sebagai bagian muslimah millenium baru dengan berbagai akses media yang mudah didapatkan, tentang jilbab syar’i, kamu harusnya jauh lebih paham.
Tapi, nggak semua media itu tidak baik, media bagaikan api, jika dipergunakan dengan baik seperti memasak, hasilnya pasti mengenyangkan, namun jika dipakai untuk membakar sebuah rumah, hasilnya pasti merepotkan. Nah, seperti itulah gambaran media.
So sobat, pergunakan media untuk mendapatkan hal-hal yang baik saja, jadikan media sebagai kutukan jilbab hanya sebagai contoh saja. Aku nggak ingin memojokkan siapapun juga, tapi kebenaran itu memang patut diperjuangkan. Dan aku yakin, kamu ada dibagian yang memperjuangkan syariat, karenanya semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala selalu meridhoi perjuanganmu. Aamiin.
Wallahua’lam bish shawwab.
sumber