Hafalan Shalat Delisa

           
Sebuah kisah sederhana namun sarat makna. Pembelajaran shalat pada seorang anak berumur 6 tahun sungguh membuka kesadaran bahwa urusan shalat adalah urusan serius yang harus mulai ditanamkan pada anak-anak sejak kecil jauh sebelum massa baligh datang. Ujian praktek shalat layaknya seperti pesta kecil tahunan, ibu-ibu ramai mengantar, sementara anggota keluarga lain di rumah menanti dengan sambutan yang meriah. Selembar ijazah tanda lulus dan sebuah hadiah manis dari sang ummi sungguh sangat memotivasi anak. Ide yang sangat menarik, urusan shalat menjadi urusan yang serius bagi semua, mulai dari ummi, abi, kakak, bu guru, pak ustadz, koh acan pedagang perhiasan di pasar... dijalin dengan indah, pada jaman dimana orang tua lebih bangga mengantar dan memotivasi anak pada pesta kemeriahan lomba-lomba kecerdasan, lomba busana, lomba menyanyi dan sejenisnya.
              
Dimulai dari kesibukan keluarga Delisa yaitu ummi dan tiga kakak perempuannya serta Delisa si bungsu - sementara abi sang ayah bekerja di tanker perusahaan minyak internasional berkeleliling dari satu benua ke benua lainnya dan mengunjungi keluarga setiap tiga bulan sekali -. Ummi, kakak, ustadz, bu guru, semua serius mengajari Delisa hafalan bacaan shalat. Delisapun serius menghafal bacaan shalatnya.

Berlatar belakang tragedi tsunami, cerita diurai bagaimana perjuangan Delisa menghafal bacaan shalatnya yang terputus tepat air bah tsunami menghantam Lhok Nga. Kesendirian , sebuah kata yang menakutkan bahkan bagi orang dewasa sekalipun. Kakak-kakak Delisa, Ummi Delisa, Ummi Tiur sahabat Delisa, Ibu Guru Nur tidak memperkenankan Delisa ikut ke dalam taman indah sejuta warna. ”Delisa harus tinggal, Sayang. Delisa harus menyelesaikan hafalan itu, Sayang...” Delisa sendiri ditinggal orang-orang tercinta, terjerembab di atas semak belukar. Tak ada yang membantu. Namun ”Kau memiliki lebih banyak teman dibandingkan seluruh dunia dan seisinya...” Delisa bagai malaikat kecil bagi orang-orang disekelilingnya dan orang-orang yang mengenalnya. Memberi kesadaran. Delisa mengajarkan makna menerima, keikhlasan atas kehilangan. Banyak hal yang dicintai Delisa telah pergi dari kehidupannya kini, ummi, kakak-kakak, rumah, sekolah, meunasah, teman-teman, tempat bermain dan segalanya. Namun Delisa kecil menganggap semua kepergian ini dengan sederhana. Benar-benar sederhana. Tidak ada penolakan. Tidak ada pengingkaran. Bahkan kini Delisa kehilangan hafalan bacaan shalatnya yang nyaris sempurna sesaat sebelum air bah menghantamnya. Delisa terus mencari hafalan shalatnya.
Tere-Liye sang penulis, mengurai cerita ini begitu runtut, sederhana, namun mudah dimaknai. Tere-Liye sang penulis juga mengurai jalinan cerita pasca tsunami dengan sangat indah. Tidak ada kesan menggurui semua mengalir sederhana. Bahwa di balik musibah terkandung banyak hikmah. Silaturrahim terjalin tanpa batas. Hidayah. Keihkhlasan.

0 komentar

Posting Komentar